Top of Form
Tujuh Lapis Cakrawala Isra & Mi’raj

Pengertian Tujuh Hirarki Cakrawala Langit-Bumi

Penciptaan beberapa alam terjadi pada suatu martabat dimana Asma-asma dan Sifat-sifat Allah dicetuskan sebagai suatu al-Iradah dan al-Qudrah Allah dengan firman “kun fa yakuun”.  Sedangkan konsep atau proses penciptaan mengarahkan pada pengertian terjadinya tujuh tingkatan alam sebagai manifestasi dari penampakkan Asma-asma dan Sifat-sifat Allah. Akan tetapi pengertian tujuh tingkatan alam ini nampaknya dilukiskan hanya untuk setiap satu sistem alam semesta. Jadi, pengertian tujuh alam merujuk pada pengertian tujuh lapisan hirarki maujud alam yang menyusun setiap alam-semesta yang terpahami oleh penghuninya secara fisikal.

Apakah Allah SWT kemudian menciptaan beribu-ribu alam-semesta didalamnya (18 ribu alam menurut penafsiran Ibnu Arabi ketika menafsirkan Basmalah) seperti yang kita diami bukanlah menjadi soal benar, karena hal ini merupakan suatu keserbamungkinan  mengingat Kemahakuasaan-Nya. Namun, dalam formatnya yang optimal maka setiap alam-semesta mempunyai hirarki kealaman yang identik yaitu terdiri dari tujuh alam atau tujuh hirarki kealaman dimana untuk setiap hirarki terpahami sebagai satu lapisan langit-bumi, kemudian setiap 1 langit bumi ditopang oleh tatanan 6 langit bumi sebelumnya yang lebih im-material, sampai akhirnya segala sesuatu eksis semata-mata karena kehendak dan kekuasaan Allah semata seperti difirmankan dalam surat at Thalaq [65] : 12.

Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.(QS 65:12)

Menurut Sachiko Murata dalam buku “The Tao Of Islam” [161] , dalam pengertian al-Qur’an langit-bumi merupakan suatu pasangan yang dapat ditafsirkan sebagai gambaran dari keseluruhan kosmos. Pendapat Sachiko Murata ini merujuk pada sejumlah ayat yang menyarankan bahwa segala sesuatu di alam raya dicakup oleh keduanya. Ayat-ayat yang dikutip Sachiko Murata misalnya :

“Dialah Tuhan di langit dan Tuhan di Bumi” (QS 43:84)
“Tidak ada apapun yang tersembunyi  dari Tuhan di langit dan di bumi” (QS 3;5, QS
14:38)
“Dan tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu walaupun sebesar atom, baik yang berada di bumi maupun yang di langit” (QS 10:61)
“Tuhanku mengetahui apa saja yang dikatakan di langit dan di bumi” (QS 21:4)
“Tidakkah kamu tahu bahwa Tuhan mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan bumi? Sesungguhnya semua itu tertulis di Lauhul Mahfuzh” (QS 22:70)
“Dan tidak ada satupun perkara yang tersembunyi baik di langit maupun di bumi, bahkan sudah dituliskan dalam Kitab secara nyata” (QS 27:75)
“Dan kalian yang ada di permukaan bumi maupun yang ada di angkasa raya tidak
akan mampu melemahkan kekuasaan Tuhan”(QS 29:22)

Artinya tercakup juga tatanan alam mikro sebagai langit-bumi seperti tersirat dalam QS 10:61. Setidaknya dapat dikatakan bahwa langit dan bumi disebutkan sebagai dua titik acuan dasar di dunia ini. Namun, kalau kita perluas makna langit bumi, maka pengertian yang lebih saintifik merujuk pada adanya suatu keteraturan dari jalinan sistem terintegrasi berupa tatasurya, orbital-orbital, dimana suatu planet atau suatu obyek, entitas atomis, atau suatu sistem konstelasi bintang membangun suatu struktur cakrawala alam raya yang lebih luas atau global. Sehingga pengertian langit-bumi dapat dimaknai secara lebih ideal sebagai suatu sistem keteraturan yang merujuk kepada kehambaan dari semua entitas yang berada di dalam sistem tersebut. Dalam struktur mikro maka struktur atomis merupakan contoh ideal dimana sebuah elektron mengelilingi pusatnya (misalnya pada atom hidrogen yang berelektron tunggal), dalam struktur makro suatu planet mengelilingi bintangnya, suatu sistem tatasurya seperti matahari-bumi mengelilingi pusat galaksi bima sakti, dan galaksi mengelilingi pusat alam semesta, sedangkan alam semesta yang terpahami oleh makhluk cerdas yang ada didalamnya mengelilingi pusat yang absolut yang meluas di suatu hamparan tanpa batas dan yang meliputi segala sesuatu.  Gambaran langit-bumi oleh karena itu merujuk kepada struktur kealaman baik yang secara hirarkis vertikal maupun horisontal; dari alam mikro sampai alam makro; dari alam makrokosmos sampai suprakosmos yang jalin menjalin seperti suatu jahitan yang tak terpisahkan.

Secara harfiah ketika kata “langit” diucapkan biasanya akan menyebabkan pendengarnya mendongak atau melihat kepada yang tinggi, sangat luas, atau yang patut untuk menjadi tempat bergantung. Sejatinya, ketika kita benar-benar berada di bulan atau planet lain, tidak ada makna yang secara spesifik disebut “inilah langit”. Persis ketika kita mendaki gunung, ketika berada di puncaknya kita tidak dapat meraih apa yang disebut “puncak”. Hal yang sama juga terjadi bila kita nongkrong di sebuah elektron yang berputar mengitari inti atomnya, maka pada posisi kita inti atom disebut langit, atau sebaliknya. Demikian juga kata “langit” dan “bumi” sejatinya menunjukkan bahwa yang satu berada pada posisi yang lebih rendah, khususnya kalau dikaitkan dengan masalah keagamaan maka langit dan bumi selain menunjukkan suatu realitas yang rendah dan tinggi, suatu keteraturan yang secara konsisten dilihat terus menerus dari satu lokasi (yakni dari diri manusia yang tinggal di Planet Bumi) seperti bulan mengitari bumi, juga menunjukkan adanya aspek makhluk dan Pencipta atau penghambaan dan sesembahan. Ketika al-Qur’an mengatakan apa yang ada di langit dan di bumi maka hal itu dapat ditafsirkan sebagai adanya suatu sistem yang teratur, terpola, sebagai suatu struktur alam yang bertingkat baik dari/di alam mikro maupun makro yang sudah diataur oleh Rabbul ‘Aalamin.

Kalau pengertian demikian kita terapkan dalam konsep terciptanya tujuh langit bumi maka diperoleh gambaran eksak bagaimana struktur alam global atau Kosmos Islam terbentuk dari alam mikro sampai alam semesta global sebagai suatu al-Aalamin. Kalau kita coba memahami dengan cara yang lebih bebas dengan menganggap tujuh lapisan alam ini merupakan hirarki vertikal untuk satu alam-semesta, dan kita duga ada tujuh jenis alam-semesta yang sejajar sebagai suatu hirarki horisontal, maka kita akan mendapatkan gambaran tentang alam-semesta global yang jalin menjalin dan akan menutup ke dirinya sendiri dengan ilustrasi sederhana seperti kue donat. Didalam bentuk kue donat itu, sebuah alam semesta yang kita huni berada layaknya sebuah gelembung dalam kue donat, dan gelembung-gelembung lainnya dengan jumlah yang tidak bisa kita hitung ada sebagai bagian alam semesta global al-Aalamin.

Dengan mengikuti tafsiran alam semesta yang menutup kepada dirinya sendiri untuk mendapatkan kondisi “tanpa tapal batas” seperti disebutkan oleh Nabi Muhammad SAW ketika mengalami penyaksian keserbasusunan, kesatupaduan dan keteraturan alam-alam semesta di Sidratul Muntaha, maka kita memperoleh gambaran fisikal bahwa semua alam-semesta dan isinya mulai dari struktur sub-atomis sampai jagat raya itu satu sama lain sebenarnya bertasbih atau mengorbit pada Suatu Pusat Yang Absolut . Oleh karena itu, kalau dimodelkan bentuk fisikal dari alam semesta ini adalah berbentuk seperti kue donat atau suatu silinder yang ujung-ujungnya saling bertemu (torus). Gambaran demikian sesuai dengan penafsiran 22 huruf Basmalah yang terpisah kemudian menyatu membentuk lingkaran membangun tujuh petala langit bumi global atau tujuh hirarki kealaman, dan sama dengan tujuh ayat Al-Fatihah, sedangkan luas dan volume bentuk lingkaran akan selalu mengandung nilai PI=22/7=3,142857…yang real dari pi yang tidak habis bagi (355/113), dengan demikian bentuk lingkaran merupakan bentuk mendasar yang menunjukkan kesempurnaan yang tidak habis bagi yang mewakili Af’al Allah, yaitu maujudnya sifat al-Iradah dan al-Qudrah, al-Hayyu dan al-Qayyum, ar-Rahmaan dan ar-Rahiim dari Ism Agung  “Allah” menjadi makhluk (alam semesta dan semua isinya).

Gambaran demikian memang identik dengan gambaran penafsiran fisika modern dengan menerapkan kondisi tanpa batas (no boundary condition), hipotesa ruang-waktu Einstein yang menutup kedirinya sendiri, dan bantuan matematika waktu imajiner sebagai representasi alam gaib [154]. Pengertian fisis demikian kalau kita elaborasi secara ruhaniah akan mengarah pada konsep filosofis tentang sesuatu yang “melimpahkan” (langit)  dan sesuatu yang “menerima”  (bumi); sesuatu yang “memberi” dan sesuatu yang “menerima”; dan dalam pandangan filosofis Ibnu Arabi sebagai “Tuan” dan “budak” atau antara “Tuhan” dan “makhluk”. Maka pengertian langit-bumi menunjukkan bahwa semua makhluk hakikatnya berada diantara keduanya (“maa baynahumaa”) dan akan selalu bertasbih kepada-Nya.

“Tuhanlah yang menciptakan langit dan bumi dan segala ‘sesuatu diantara keduanya’ dalam enam masa” (QS 32:4, 25:59)

Dengan kata lain, penciptaan langit dan bumi tidak pernah lepas dari “Basmalah” yang merupakan suatu limpahan rahmat dan kasih sayang Allah SWT kepada semua makhluk-Nya, dan uraian terinci dari Basmalah yakni al-Fatihah, dan berarti juga dari apa yang disampaikan dalam al-Qur’an sebagai kitab yang memberikan pedoman adalah suatu kitab yang menggambarkan Kosmos Islam sebenarnya dimana segala sesuatu yang berhubungan dengan penciptaan makhluk sebenarnya merujuk kepada manusia sebagai citra kesempurnaan-Nya, sebagai bayangan dari Realitas hakikinya yaitu bayangan al-Haqq.

12.4 Tujuh Lapis Cakrawala Isra & Mi’raj

Dari peristiwa Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW diperoleh beberapa informasi tentang alam yang dilalui Nabi Muhammad SAW. Menurut Syeikh Najmuddin Al-Ghaithiy [157] dalam buku “Menyingkap Rahasia Isra Mi’raj Rasulullah SAW”, selama perjalanan Isra & Mi’raj Nabi Muhammad SAW melalui beberapa peristiwa, gambaran tentang kehidupan manusia, dan alam semesta. Urutannya kalau saya ringkas sbb:

1.   Bumi
2.   Alam Jin (alam antara bumi dan langit pertama) 

3.   Alam barzakh
4.   Alam Akhirat yaitu Langit ke-1 s/d ke -7 (Surga dan Neraka), ditambah dengan Sidratul Muntaha sebagai langit ke-8
5.   Alam Qalam dan Lauh Mahfuzh
6.   Arasy dan Shahaabah
7.   Alam Jabarut

Nomor 1 dan 2 adalah alam semesta fisik yang kita kenal saat ini dimana ditempatkan jin dan manusia. Nomor 2 sebagai alam jin sebenarnya sejajar dengan alam dunia fisik di planet bumi, namun maujud jin gaib sehingga tidak dapat diindera manusia secara langsung, kendati demikian alam jin termasuk alam al-mulk. Nomor 3 adalah alam antara bumi dan langit pertama, yaitu alam semesta gaib keseluruhan yang muncul dari Dentuman Besar. Alam no 3 termasuk alam malakut yang keberadaannya diinformasikan al-Qur’an sebagai alam barzakh yang terlindungi sebagai alam antara atau alam penantian. Meskipun demikian, alam barzakh sebenarnya bukan termasuk alam akhirat tetapi bagian alam nyata yang lebih halus.

Dalam perjalanan Isra kita ketahui bahwa Nabi Muhammad SAW dikejar oleh Ifrit yang membawa obor api. Kemudian memasuki alam barzakh dimana Nabi SAW melihat berbagai peristiwa yang ganjil khususnya berkaitan dengan siksaan terhadap manusia karena berbagai sebab yang berhubungan dengan amaliahnya selama hidup di dunia. Kemudian iapun mengalami godaan dari berbagai golongan umat manusia yang disimbolkan dengan golongan Yahudi, Nasrani, Kemewahan Dunia, Iblis, dan tentang usia alam semesta yang disimbolkan dengan nenek-nenek tua renta yang genit. Simbolisme demikian sebenarnya menunjukkan bahwa apa yang diungkapkan oleh Allah SWT kepada Nabi SAW sebenarnya menunjukkan hakikat tentang corak kehidupan di dunia, bahkan dunia itu sendiri  dikatakan sebagai nenek tua renta yang genit menunjukkan bagaimana dunia akan sangat menggoda manusia meskipun usianya sebenarnya sudah menuju ke arah titik balik setelah puncak dilalui, yaitu menuju kepada arah kiamat. Para ilmuwan saat ini menaksir usia alam semesta bermacam-macam antar 12 sampai 18 milyar tahun. Al Qur’an sebenarnya menginformasikan juga dengan eksak usia alam semesta ini dengan taksiran 50.000 tahun (QS 70:4). Kalau kita sepakati setahun = 365 hari diperoleh :

50.000x365=18.250.000 hari.

Namun, di ayat yang lain Allah menyebutkan kesetaraan bahwa sehari=1000 tahun (QS 32:5) sehingga kalau hasil diatas kita kalikan dengan angka 1000 diperoleh taksiran eksak dari al-Qur’an tentang usia alam semesta yaitu 18.250.000.000 tahun (18,25 milyar). Kisaran angka ini sangat mendekati taksiran ilmuwan yang umumnya berkisar antara 12 sampai 18 milyar tahun.

Alam no 4 adalah tujuh lapisan langit dan bumi yang menaungi surga dan neraka dan puncaknya Sidratul Muntaha sebagai langit ke-8 dari kelompok alam akhirat. Dalam perjalanan melewati tujuh langit-bumi alam akhirat ini Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi-nabi sebelumnya. Yaitu Nabi Adam a.s, Nabi Isa a.s dan Yahya a.s. , Nabi Yusuf a.s., Nabi Idris a.s., Nabi Harun a.s., Nabi Musa a.s., dan Nabi Ibrahim a.s., setelah itu di Baitul Ma’mur, meninjau Al-Kautsar,  dan sampai di Sidratul Muntaha.

Alam No. 5 adalah suatu tempat dimana Nabi mendengar pena dan qalam dimana segala sesuatu telah ditetapkan oleh Allah SWT termasuk wahyu-wahyu yang diturunkan-Nya. Ini adalah alam Lauh Mahfuz dan alam Qalam, atau alam munculnya ilmu pengetahuan Tuhan secara aktual.

Setelah alam ini, Nabi melalui suatu bentangan Arasy yang maha luas (No. 6),  jauh lebih luas dan besar dibandingkan tujuh langit dan bumi serta alam surga dan neraka yang pernah dilaluinya. Setelah Arasy Nabi Muhammad SAW sampai ke suatu tempat yang disebut Shahaabah dimana beliau menerima perintah Shalat 50 kali sehari, yang akhirnya diperingan menjadi shalat 5 kali sehari. 

Alam Shahabaah merupakan bagian dari Arasy yang merupakan ujung dari alam malakut. Nabi SAW, tidak lebih jauh melalui fase selanjutnya yaitu fase alam Jabarut (No. 7) karena sudah terlebih dahulu ditarik untuk kembali oleh Malaikat Jibril untuk tidak lebih jauh mendaki lagi.  Alam jabarut atau alam ruh selamanya menjadi rahasia Allah SWT, sehingga seorang Nabi Muhammad SAW pun tidak mengetahui rahasia ruh (secara esensial, namun sifat-sifatnya diketahui meskipun sedikit). Demikianlah uraian Isra & Mi’raj menurut Syekh Najmuddin Al-Ghaithiy sebagai perbandingan mengenai alam-alam yang diciptakan oleh Allah SWT setelah cetusan firman “Kun Fa Yakuun”.

Dikutip dari Risalah Mawas Diri " Kunfayakuun : Mengenal Diri, Mengenal Ilahi", oleh Atmonadi
Bottom of Form

Post a Comment