Oleh: Si Pincang
02 Rabiul Awal 1434H
16 January 2013
05:04
Telah disampaikan sebelumnya, dalam kisah Ash-habul Ukhdud (orang-orang yang membuat parit) bahwa Dzu Nawwas, yang merupakan raja terakhir kejaraan Himyar. dia seorang musyrik. Dialah orang yang membunuh Ash-habul Ukhdud. Ash-habul Ukhdud adalah orang-orang Nasrani yang jumlahnya mendekati 20.033 orang. Tidak ada yang selamat darinya kecuali Dawus Dzu Tsa'laban.
Kemudian Dawud pergi dan meminta bantuan kepada Kaisar, raja Syam, yang juga penganut Nasrani. Kemudian dia menulis surat kepada Najasyi, raja Habasyah, karena keberadaannya yang lebih dekat dengan mereka.

Dia mengutus Dawus yang didampingi oleh dua orang amir; Aryath dan Abrahah bin ash-Shabah Abu Yaksum disertai satu pasukan besar. Kemudian mereka masuk ke Yaman dan menyelinap ke rumah-rumah, hingga akhirnya mereka berhasil merebut kerajaan dari Himyar dan Dzu Nawwas pun akhirnya binasa, tenggelam di laut.
Habasyah berhasil menaklukkan Yaman dan mereka dipimpin oleh dua orang pemimpin; Aryath dan Abrahah. Kemudian kedua pemimpin itu berselisih pendapat dalam suatu urusan sehingga keduanya beradu mulut dan berperang. Lalu salah satu dari keduanya berkata kepada yang lainnya, "Sesungguhnya kita tidak perlu mengerahkan pasukan di antara kita, tetapi mari kita berhadapan satu lawan satu. Siapa di antara kita yang berhasil membunuh lawan, maka dialah yang berhak menduduki posisi raja. Kemudian tantangan itu pun disambut oleh yang lainnya, sehingga keduanya bertarung.
Masing-masing dari keduanya meninggalkan parit, lalu Aryath menyerang Abrahah, kemudian menebasnya dengan pedang sehingga hidungnya terpotong, mulutnya robek, dan wajahnya terkoyak. Kemudian 'Utudah, pembantu Abrahah ikut menyerang Aryath, lalu membunuhnya.
Kemudian Abrahah pulang dalam keadaan terluka. Lalu dia mengobati lukanya hingga akhirnya dia pun sembuh dan kemudian dia mampu melatih bala tentara Habasyah di Yaman. Selanjutnya, Najasyi menulis surat kepadanya yang isi-nya mencela apa yang telah dilakukannya seraya mengancam dan bersumpah akan menduduki negaranya dan menelungkupkan ubun-ubunnya.
Kemudian Abrahah mengirimkan utusan kepada raja Najasyi untuk menyampaikan rasa dukanya sambil berbasa-basi kepadanya. Bersama utusan tersebut, Abrahah mengirimkan hadiah dan sekantong tanah Yaman. Semuanya itu dikirimkan bersamanya dan dia mengatakan dalam suratnya supaya raja menginjak kantong ini sehingga dia terbebas dari sumpahnya dan inilah ubun-ubunku telah aku kirimkan bersamanya kepadamu. Ketika semuanya itu sampai kepadanya, dia sangat terheran dibuatnya dan merasa puas dengannya serta mengakui keberadaannya.
Kemudian Abrahah mengirimkan utusan untuk mengatakan kepada Najasyi, "Aku akan bangunkan untukmu sebuah gereja di negeri Yaman yang belum pernah dibuat bangunan sepertinya. Lalu dia memulai pembangunan gereja yang sangat besar di Shan'a, sebuah bangunan yang sangat tinggi serta pelataran yang tinggi pula, yang dihiasi di semua sisinya. Bangsa Arab menyebutnya dengan al-qalis, karena bangunannya yang tinggi. Sebab, orang yang melihatnya akan mengangkat kepala sehingga qalansuwab (peci) yang dikenakannya hampir terjatuh dan kepalanya karena tingginya bangunan.
Dan Abrahah al-Asyram bertekad untuk memindahkan haji bangsa Arab ke gereja tersebut sebagaimana mereka selama ini berhaji ke Ka'bah di Makkah. Dan dia serukan hal tersebut di wilayah kekuasaannya, sehingga mengundang kebencian warga Arab 'Adnan dan Qahthan.
Bersambung…

Post a Comment