Buah Akal

Assalamualaikum wr wb.

Alhamdulillah dalam ulasan kali ini MCR akan bagikan ulasan mengenai Buah Akal, yang mana dalam akal ini pula MCR dapat menulis dan mengeluarkan Buah Akal yang akan kita bahas dibawah ini :

BUAH AKAL

Berikut ini adalah buah akal yang dengan keberadaannya manusia dapat mengenal Allah SWT; begitu pula asma-asma-Nya, kesempurnaan sifat-sifat-Nya, dan keagungan ciri-ciri-Nya. Berkat adanya akal, orang-orang mukmin beriman kepada kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari pertemuan dengan-Nya, dan para malaikat-Nya. Berkat keberadaan akal, mereka dapat mengetahui tanda-tanda kekuasaan-Nya, bukti-bukti keesaan-Nya, dan mukjizat rasul-rasul-Nya. Berkat keberadaan akal pula, mereka dapat melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.

Hanya akallah yang dapat memprediksikan terjadinya berbagai kesudahan, sehingga yang bersangkutan dapat bersikap mawas diri dan melakukan berbagai hal yang harus dikerjakannya demi memperjuangkan kemashlahatan dirinya. Berkat adanya akal, dia dapat melakukan perlawanan terhadap kemauan hawa nafsu dan mengusir pasukannya dengan berbekal kesabaran, sehingga dapat meraih kemenangan dan terhindar dari serangan senjatanya yang membinasakan. Akallah yang dapat mendorong seseorang untuk berbuat keutamaan, mencegah dirinya dari melakukan kehinaan, menyibakkan makna dan menguak kemisteriannya, mengokohkan fondasi niat hingga dapat berdiri kokoh di atas landasannya, dan menguatkan pilar tekad hingga yang bersangkutan dapat meraih taufiq dari Allah SWT, dan sesudahnya yang bersangkutan dapat mendatangkan hal-hal yang baik dan membuang hal-hal yang buruk.

Apabila akal mulai dapat berperan dengan segala kekuasaan yang dimilikinya, tentu yang bersangkutan dapat menawan pasukan hawa nafsu dan menjebloskannya di dalam penjara orang yang percaya dengan janji Allah yang mengatakan bahwa barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti kepadanya hal yang lebih baik daripadanya, kemudian menempatkan orang yang bersangkutan pada kedudukan bagaikan raja dan menjadikan hawa nafsunya bagaikan budak belian dan hamba sahayanya. Kedudukan ini bak sebuah pohon yang akarnya adalah buah pikirannya terhadap segala akibat; batangnya adalah kesabaran; dahannya adalah ilmu; dedaunannya adalah akhlaq yang baik; dan buahnya adalah kebijaksanaan. Adapun benihnya berasal dari taufiq Tuhan yang di tangan kekuasaan-Nyalah terletak semua urusan; permulaannya berasal dari-Nya; dan kesudahannya akan dikembalikan kepada-Nya.

Apabila karakter seseorang berspesifikasi seperti yang telah disebutkan di atas, tentu sangat sulit bagi musuh-musuhnya untuk dapat mengalahkannya dan memecatnya dari kerajaan akalnya atau menurunkan pangkatnya dan memecatnya dari jabatannya untuk membuatnya menjadi tawanan sesudah menjadi raja, menjadi orang yang terhukum sesudah menjadi penguasa, dan menjadi pengikut sesudah menjadi ikutan. Barangsiapa yang bersabar dalam menjalankan hukum-Nya, niscaya Allah akan menyenangkannya di dalam taman rekreasi yang menjadi dambaan angan-angan dan harapannya. Sebaliknya, barangsiapa yang membangkang terhadap hukum-hukum-Nya, niscaya Allah akan menjerumuskannya ke dalam jurang kehancuran dan kebinasaan.

Ali bin Abu Thalib r.a. telah mengatakan bahwa sesungguhnya telah mendahului masuk ke dalam surga ‘Adn sejumlah kaum, padahal mereka bukan termasuk orang yang paling banyak mengerjakan shalat, puasa, haji, atau ‘umrah. Mereka adalah orang yang menggunakan akalnya untuk merenungi pelajaran dari Allah; karena itu, mereka menjadi bergetar penuh rasa takut dan harap kepada-Nya, merasa tenang dengan keridhaan-Nya, dan tunduk patuhlah kepada-Nya semua tubuhnya, sehingga mereka mengungguli manusia yang lain karena telah meraih kedudukan yag baik dan derajat tinggi menurut pandangan manusia di dunia ini dan juga di sisi Allah kelak di akhirat.

Umar bin Khaththab r.a. telah mengatakan bahwa orang yang berakal itu bukanlah orang yang dapat membedakan hal yang baik dan hal yang buruk. Akan tetapi, orang berakal adalah orang yang dapat memilih hal yang terbaik diantara kedua hal yang buruk.

Aisyah r.a. telah mengatakan bahwa beruntunglah orang yang telah dianugerahi akal oleh Allah.

Ibnu Abbas r.a. telah mengatakan bahwa ketika Kisra (raja Persia) dikaruniai seorang putra, dia mengundang seorang yang pakar dalam bidang pendidikan, lalu meletakkan bayinya di hadapannya dan bertanya: “Anugerah apakah yang paling baik untuk diberikan kepada anak ini?” Sang pendidik menjawab: “Akal yang dilahirkan bersamanya.” Kisra bertanya: “Bagaimana kalau anak ini tidak memiliki akal yang baik?” Sang pendidik menjawab: “Etika yang baik untuk bergaul dengan orang lain.” Kisra bertanya lagi: “Bagaimana kalau tidak dapat diajari dengan etika yang baik?” Sang pendidik menjawab: “Lebih baik ia mati disambar geledek!”

Seorang cendekiawan mengatakan bahwa setelah Allah SWT menurunkan Adam ke bumi, malaikat Jibril datang kepadanya dengan membawa tiga perkara, yaitu agama, akhlaq, dan akal, lalu malaikat Jibril berkata: “Sesungguhnya Allah telah menyuruhmu untuk memilih salah satu diantara ketiga perkara ini.” Adam menjawab: “Hai Jibril, aku tidak pernah melihat yang terbaik diantara ketiganya ini di dalam surga, selain ini.” Adam pun mengulurkan tangannya kepada akal dan memeluknya dan berkata kepada kedua lainnya: “Naiklah kembali kalian berdua!” Akan tetapi, keduanya menjawab: “Kami telah diperintahkan untuk tetap menemani akal di mana pun ia berada.” Maka jadilah ketiganya menyertai Adam a.s.. Ketiga perkara ini merupakan penghormatan paling besar yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya dan juga merupakan anugerah paling mulia yang telah diberikan oleh Allah kepadanya.

Namun demikian, Allah SWT telah menjadikan bagi akal tiga musuh bebuyutannya, yaitu hawa nafsu, setan, dan ambisi, maka pertempuran antara kedua belah pihak silih berganti; terkadang yang ini menang dan yang itu kalah, kemudian yang ini kalah dan yang itu menang, demikianlah seterusnya. Allah SWT telah berfirman:

“Dan kemenangan(mu) itu hanyalah dari Allah yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS Ali ‘Imran [3]: 126)

Wahb ibnu Munabbih menceritakan bahwa ia telah membaca pada sebagian kitab terdahulu yang telah diturunkan oleh Allah SWT yang menyebutkan sebagai berikut: “Sesungguhnya syetan belum pernah mengalami suatu kesulitan pun yang lebih berat daripada menghadapi orang mukmin yang berakal, padahal syetan benar-benar mampu menggiring seratus orang jahil dan mencocok hidung mereka sehingga patuh dan menurut kemauan setan ke arah mana pun yang disukai olehnya. Akan tetapi, setan mengalami penderitaan untuk menghadapi seorang mukmin yang berakal. Dia merasa sangat kesulitan meskipun hanya untuk meraih suatu keperluan yang tidak berarti darinya.”

Wahb telah mengatakan bahwa bagi setan, melenyapkan sebuah gunung dengan membongkar batu-batu besarnya, batu demi batu, jauh lebih mudah daripada menghadapi orang mukmin yang berakal. Apabila ia tidak mampu menggodanya, beralihlah kepada orang yang jahil, lalu menjeratnya dan menguasainya dengan benar-benar serta menjerumuskannya ke dalam berbagai skandal yang menyebabkan orang yang bersangkutan harus mengalami hukuman yang segera di dunia ini, seperti hukuman dera, hukuman rajam, hukuman potong tangan, disalib, dan dipermalukan, sedang di akhirat nanti dia akan mendapatkan keaiban, neraka, dan celaan yang amat buruk.

Sesungguhnya ada dua orang lelaki yang benar-benar setara dalam amal kebajikannya, tetapi ternyata karena akal, keutamaan diantara keduanya menjadi jauh berbeda bagaikan jauhnya jarak antara timur dan barat.

Tiada sesuatu pun yang lebih utama untuk menjadi bekal ibadah kepada Allah, selain akal.

Mu’adz bin Jabal r.a. telah mengatakan bahwa seandainya orang yang berakal berpagi hari dan berpetang hari dengan melakukan dosa-dosa yang banyaknya sama dengan bilangan pasir, niscaya dalam waktu yang dekat akan berkesudahan selamat dan berhasil menghindarkan diri darinya. Sebaliknya, jika orang yang jahil berpagi hari dan berpetang hari dengan mengerjakan berbagai amal kebaikan dan kebajikan yang banyaknya sama dengan bilangan pasir, niscaya dalam waktu yang dekat akan berkesudahan dan tidak dapat mempertahankan amalnya barang sebiji sawi pun. Ketika ditanyakan kepadanya: “Bagaimana bisa demikian?” Mu’adz r.a. menjawab: “Sesungguhnya orang yang berakal apabila tergelincir ke dalam dosa, ia dapat menanggulanginya dengan bertobat berkat akal yang dianugerahkan kepadanya. Berbeda halnya dengan orang yang jahil, maka keadaannya sama dengan seseorang yang membangun dan meruntuhkan kembali apa yang telah dibangunnya dalam waktu yang sama, karena kejahilannyalah yang membuatnya merusak kembali pekerjaan baik yang telah dilakukannya.”

Al-Hasan (al-Bashri) telah mengatakan bahwa masih belum sempurna agama seseorang sebelum akalnya sempurna; dan tidaklah sekali-kali Allah membekali seseorang dengan akal, melainkan suatu hari akalnya itu pasti akan menyelamatkannya.

Seorang yang bijak mengatakan bahwa barang siapa kemampuan akalnya tidak dapat mengendalikan dirinya, niscaya kematian dan kebinasaannya berada di dalam sesuatu yang paling disukainya.

Yusuf bin Asbath telah mengatakan bahwa akal adalah pelita batin, perhiasan lahir, stabilisator tubuh, dan pengendali urusan seorang hamba. Kehidupan ini tidak akan membaik, kecuali dengan akal; dan semua urusan tidak dapat berjalan dengan lancar, kecuali dengan akal.

Pernah ditanyakan kepada ‘Abdullah ibnul Mubarak: “Anugerah apakah yang lebih utama bagi seseorang sesudah Islam?” Ia menjawab: “Naluri akal.” Ditanyakan lagi: “Bagaimana jika tidak punya naluri akal?” Ia menjawab: “Etika yang baik.” Ditanyakan lagi: “Bagaimana jika tidak punya etika yang baik?” Ia menjawab: “Saudara shalih yang dapat dimintai sarannya.” Ditanyakan lagi: “Bagaimana jika tidak punya saudara yang shalih?” Ia menjawab: “Banyak diam.” Ditanyakan lagi: “Bagaimana jika tidak dapat banyak diam?” Ia menjawab: “Lebih baik kematian yang defers".
Sehubungan dengan hal ini, seorang penyair telah mengatakan:

Tidaklah sekali-kali Allah memberi seseorang anugerah yang lebih baik, selain akal dan etikanya Keduanya adalah ketampanan seorang pemuda dan tanpa keduanya kehilangan nyawa lebih baik baginya.

Dalam hal ini akal sangat berperan dalam kehidupan kita, sehingga dapat kita gunakan untuk memikirkan Hal Hal tentang Kekuasaan ALLAH SWT. tiada yang lebih indah jika akal itu di manfaatkan dengan baik kepada segenap manusia agar apa yang dituju Hanyalah untuk keridhoan ALLAH SWT. Baca juga Hawa Nafsu Dan Potensi Akal.

Mungkin hanya ini yang dapat MCR sampaikan, kurang lebihnya MCR minta maaf minta Ridho.

Akhir kata, main bola di lapangan patas, mari berdoa lapang dada dan ikhlas.

Wassalamualaikum wr wb.

Post a Comment